Thursday, May 7, 2015

ORANG KRISTEN DAN UANG



ORANG KRISTEN DAN UANG
OLEH: I KETUT SUNALIS MUADI, S.TH

M
emang harus diakui bahwa pembicaraan yang bertemakan  uang di dalam gereja biasanya hanya menyentuh level permukaan semata. Gereja hanya mengajarkan kekudusan dalam mencari uang dan dorongan untuk memberikan sejumlah uang bagi keperluan gereja. Di luar dua aspek ini, keuangan sangat jarang dibahas secara intensif. Padahal nyatanya hampir setiap hari orang bersentuhan dengan uang. Tanpa disadari kita selalu memikirkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan uang. Kita harus mengambil keputusan tentang keuangan, dari pengeluaran yang sifatnya rutin dan kecil, sampai yang insidental dan besar. Situasi ini menjadi lebih serius ketika kita hidup dalam jaman yang “tidak ada yang gratis”. Bahkan saat ini bukan hanya minum saja yang bayar, tapi kencing juga bayar, bukan hanya hidup saja yang bayar, ternyata mati juga bayar.

Bahkan berdasarkan hasil survey masalah keuangan telah menjadi faktor signifikan dalam perceraian. Dari survey ini, mungkin kita mendapat kesan bahwa uang pada dirinya sendiri (secara an sich) merupakan masalah dalam keluarga. Kita melihat uang sebagai sesuatu yang sangat sekuler, berbahaya dan harus dihindari. Dari perspektif Alkitab, uang sebenarnya adalah netral dan bukan sumber masalah. Inti masalah terletak pada cara pandang kita terhadap uang. Akar segala kejahatan bukanlah uang, tetapi cinta uang (1Tim 6:10).

Sebenarnya Alkitab banyak membicarakan tentang materi: uang, kekayaan, dsb. Kata “uang” muncul 175 kali dalam Alkitab (jumlah ini tidak termasuk mata uang, misalnya “drakhma, dinar, talenta, dsb). Akar kata “kaya” muncul lebih dari 100 kali. Akar kata “hutang” muncul 50 kali. Data statistik ini dapat diperpanjang kita jika memasukkan binatang ternak, perhiasan, tanah dan rumah, yang semuanya ini merupakan indikator kekayaan orang pada masa kuno. Ini membuktikan bahwa seharusnya kita harus membahas tentang uang secara mendalam berdasarkan kacamata Alkitab supaya kita bisa mencari, menggunakan dan bersikap secara benar terhadap uang.
Pada kesempatan ini kita akan membahas tentang bagaimana seharusnya orang Kristen dalam hubungannya dengan uang.
I.                   CARA MENCARI UANG HARUS BENAR
Meskipun Tuhan tidak melarang orang Kristen kaya-raya, namun Dia tidak menghendaki umatNya pragmatis dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang atau kekayaan itu. Tuhan sangat memperhatikan cara kita memperoleh uang atau kekayaan tersebut tersebut.
Dalam Alkitab ada beberapa aturan dalam mencari uang.
1.      Harus Rajin

2 Tes 3:10  Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.
Ef 4:28  Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.
Hal pertama yang dengan tegas dikatakan adalah orang Kristen harus rajin dan bekerja keras untuk nafkah kita . Peringatan yang keras yang diberikan Paulus dalam ayat di atas bahwa orang yang malas atau tidak mau bekerja janganlah ia makan. Tuhan sangat membenci orang malas, bahkan Alkitab juga memberi contoh teladan dari semut  bagi pemalas.
Amsal 6:6-10
6   Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak:
7  biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya,
8  ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen.
9  Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu?
10  "Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring"  — 

Teladan dari semut berbicara mengenai kerajinan, kemandirian, dan juga kesiapan dalam hal perencanaan keuangan, termasuk di antaranya kebiasaan menabung.

Pada dasarnya rajin dan serakah adalah dua hal yang berbeda. Orang serakah prinsip hidupnya adalah memburu – bukan sekedar mencari - uang (1Tim 6:10).

Orang serakah tidak pernah merasa cukup, sementara orang rajin bisa mencukupkan diri. Orang serakah bekerja keras hanya untuk dirinya, tapi orang rajin bekerja keras demi orang lain juga. Penulis Amsal menggambarkan orang serakah seperti lintah penghisap darah yang tidak pernah merasa cukup.
Amsal 30:15 - Si lintah mempunyai dua anak perempuan: "Untukku!" dan "Untukku!" Ada tiga hal yang tak akan kenyang, ada empat hal yang tak pernah berkata: "Cukup!"
16  Dunia orang mati, dan rahim yang mandul, dan bumi yang tidak pernah puas dengan air, dan api yang tidak pernah berkata: "Cukup!"
2.      Tidak mengambil  hak orang lain
Kel 20:15  Jangan mencuri.
Dalam Hukum sepuluh, Perintah kedelapan untuk kehidupan manusia yang diberikan Allah adalah "Jangan mencuri.". 
Mencuri berarti mengambil milik orang lain dan memberikannya kepada orang lain atau kepada diri sendiri. Mencuri adalah perbuatan dosa yang adalah salah dipandangan mata Allah, dan menunju ketamakan atau keserakahan, penghinaan dan ketidak hormatan kita kepada orang lain. Mencuri adalah suatu perbuatan yang menunju pada ketamakan atau keserakahan, keegoisan kita, kurangnya cinta kasih dan perhatian kita pada sesama.

Perintah “jangan mencuri” ini berhubungan dengan penghormatan akan hak milik orang lain dan juga berhubungan dengan kejujuran kita dalam mencari nafkah atau mencari uang. Perintah ini juga mengajarkan kepada kita bahwa dalam mencari uang kita tidak boleh melanggar batas-batas kepemilikan yang merupakan hak dan milik orang lain. Perintah itu jelas-jelas merupakan prinsip atau tiang kehidupan yang tidak bisa dilanggar oleh orang Kristen tanpa kecuali termasuk kita hari ini. Dengan kata lain kebutuhan tidak bisa dijadikan alasan untuk mencuri atau mengambil apa yang bukan menjadi hak dan bagian kita.

Selanjutnya Tuhan juga melarang kita  untuk mengingini apapun yang dimiliki sesama kita.
Kel 20:17  Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu."

Hukum inilah yang dijadikan dasar bagi Hak Asasi Manusia dalam konstitusi PBB, yang berlaku untuk semua pemerintahan dunia sampai hari ini: Wajib memproteksi hak milik pribadi, tak seorang pun boleh mengganggu istri, anak, harta, rumah
kepunyaan orang lain, karena milik pribadi itu sah dan diizinkan. Tuhan
berpesan, jangan mengingini, artinya Ia memagari kepemilikan manusia. Saat
mata seseorang melirik ke dalam pagar orang dan hatinya berhasrat melewati
pagar itu, ia disebut pelanggar hukum. Jangan mengingini harta orang,
puaskan dirimu dengan apa yang sudah Tuhan karuniakan untukmu. Kalau kau
memboroskan apa yang sudah diberikan-Nya atau merebut apa yang belum Ia
berikan kepadamu, kau adalah pencuri. Sikap yang Tuhan sahkan dan izinkan
adalah merasa puas atas apa yang sudah kau miliki dan mau menunggu untuk apa
yang belum kau miliki sambil bekerja dengan giat. Perasaan memiliki dan
tidak memiliki selalu mengganggu diri kita, mengapa ia punya, saya tidak
punya; saya juga menginginkannya. Keinginan seperti itulah yang membuat kita
berani melompat pagar, berani melawan kehendak Tuhan. Mari kita kembali pada
prinsip ini: Puaskan dirimu dengan apa yang ada pada dirimu, apa yang kita
miliki. Karena Tuhan berjanji: “Aku tidak akan meninggalkanmu, tidak akan
membuangmu.”

Dengan demikian mencari uang bisa disebut benar adalah ketika kita mencari uang, kita tidak melanggar hak orang lain atau  merugikan orang lain.

Sebenarnya masih banyak bentuk cara memperoleh uang dengan melanggar hak orang lain. Misalnya: upah yang tidak sesuai, pelayanan yang tidak memuaskan, pendapatan yang tidak jujur, korupsi, kekejaman, pemerasan, dan penghancuran dari hak milik majikan. Hal-hal tersebut diatas dan bentuk-bentuk pencurian yang lain membahayakan masyarakat. Ada hubungan yang dekat antara manusia dengan miliknya. Pada jaman dahulu, hukuman untuk mencuri adalah mati. Dalam Perjanjian Lama, semua hak milik adalah merupakan karunia Tuhan, karena itu dikuduskan.
Karena itu, hendaklah kita yang sekian lama mungkin dalam mengumpulkan harta dengan cara “merugikan” orang lain atau negara, ingat bahwa dalam mengumpulkan uang orang kristen harus mencarinya dengan cara yang benar yaitu dengan tidak merugikan siapapun. Kalau dulu kita pernah melakukan hal seperti itu bertobatlah seperti nasihat Paulus kepada jemaat Efesus.

Ef 4:28  Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.

3.      Tidak menahan hak orang lain.

Yakobus 5: 4  Sesungguhnya telah terdengar teriakan besar, karena upah yang kamu tahan dari buruh yang telah menuai hasil ladangmu, dan telah sampai ke telinga Tuhan semesta alam keluhan mereka yang menyabit panenmu.

Dosa orang kaya yang dibahas oleh Yakobus  ialah menipu buruh tani yang miskin dengan cara menahan upah buruh yang bekerja pada mereka. Tindakan ini adalah cara yang salah dalam mengumpulkan uang sebab terang-terangan bertentangan dengan hukum Musa (bdg. Ul 24:14,15).

14  Janganlah engkau memeras pekerja harian yang miskin dan menderita, baik ia saudaramu maupun seorang asing yang ada di negerimu, di dalam tempatmu.
15  Pada hari itu juga haruslah engkau membayar upahnya sebelum matahari terbenam; ia mengharapkannya, karena ia orang miskin; supaya ia jangan berseru kepada TUHAN mengenai engkau dan hal itu menjadi dosa bagimu.
Allah yang di sini disebut Tuhan semesta alam, nama yang menunjukkan kekuasaan-Nya yang berdaulat, tidak lupa terhadap ketidakadilan ini. Telinga-Nya terbuka terhadap jeritan para pekerja miskin tersebut.

Ajaran Islam bilang: “Bayarlah upah pekerjamu sebelum keringatnya kering!”. Demikian yang saya sering dengar saat masih bekerja sebagai kontraktor. Hukum Musa pada prinsipnya sama dengan Ajaran Islam tersebut, Cuma redaksinya yang berbeda. Pada prinsipnya kita tidak boleh mencari keuntungan dengan menahan gaji atau hak orang lain. Mungkin kalau jumlah pekerjanya Cuma sedikit, maka keuntungan yang didapat tidak seberapa. Namun kalau karyawannya sampai puluhan ribu, maka keuntungan yang didapat adalah keuntungan yang besar.
4.      Harus ingat Waktu

Yak 5:3  Emas dan perakmu sudah berkarat, dan karatnya akan menjadi kesaksian terhadap kamu dan akan memakan dagingmu seperti api. Kamu telah mengumpulkan harta pada hari-hari yang sedang berakhir.

Pkh 3:6  ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang;

Dalam menncipta Allah ada awaktunya, tapi Ia beristirahat pada hari yang ke tujuh. Istrahat adalah memberi kesempatan pada tubuh kita untuk pulih kembali.


II.                MENGGUNAKAN UANG HARUS BENAR
Hal terpenting yang harus kita pahami tentang kepemilikan uang adalah kadangkala kita berpikir atau menggunakan uang kita seolah-olah 90% milik kita dan 10% milik Tuhan. Kita menganggap bahwa kita bebas menggunakan yang 90% sesuka hati kita. Allah hanya menuntut dan mengurusi yang 10%.

Konsep seperti ini jelas bertentangan dengan firman Tuhan, karena pada dasarnya semua yang kita miliki berasal dari Tuhan (Ul 8:17-18; 1Taw 29:14) .

Ulangan 18:17-18
17  Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini.
18  Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini.

1 Taw 29:14
14  Sebab siapakah aku ini dan siapakah bangsaku, sehingga kami mampu memberikan persembahan sukarela seperti ini? Sebab dari pada-Mulah segala-galanya dan dari tangan-Mu sendirilah persembahan yang kami berikan kepada-Mu.

Ayat- ayat di atas membuktikan bahwa Tuhanlah yang memberi kita modal, kesempatan, kesehatan dan lain2 sehingga kita bisa mendapatkan uang itu. Sebab itu kita harus tunduk dan selalu bertanya kepada Tuhan termasuk dalam menggunakan uang kita.

Selanjutnya harta tersebut tetaplah menjadi milik Tuhan (1Taw 29:11, 16) .

1 Taw 29:11,16

11  Ya TUHAN, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi! Ya TUHAN, punya-Mulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya sebagai kepala.

16  Ya TUHAN, Allah kami, segala kelimpahan bahan-bahan yang kami sediakan ini untuk mendirikan bagi-Mu rumah bagi nama-Mu yang kudus adalah dari tangan-Mu sendiri dan punya-Mulah segala-galanya.


Karena segala sesuatu  yang kita punya dari dan oleh Allah, dan tetap dimiliki Allah untuk selama-lamanya, maka fungsi utama materi yang kita miliki adalah untuk Allah.

Roma 11:36  Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!

Dari penjelasan di atas kita belajar bahwa dalam kaiatannya dengan harta atau uang, kita hanyalah pengurus atau penatalayan (steward).

Bagaimana cara menggunakan uang yang benar?


a.      Untuk memuliakan Tuhan

Ams 3:9  Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu,

Di satu sisi Allah memang memberikan ruang bagi kita untuk menikmati apa yang kita miliki selama kita menyadari bahwa hal itu adalah kesenangan dari Allah (Pkt 3:13). Artinya, kita tetap melihat kenikmatan itu sebagai milik Tuhan yang diberikan kepada kita untuk dinikmati. Yesus pun beberapa kali menghadiri pesta (Mat 26:6-13//Mar 14:3-9; Luk 15:1-3; Yoh 2:1-11). Pendek kata, kesenangan yang kita nikmati harus berupa selebrasi kebaikan Tuhan di dalam hidup kita.
Di sisi lain, kita harus memikirkan uang kita untuk memuliakan Allah. Memuliakan Allah di sini bukan sekedar memberikan perpuluhan (Mal 3:10; Mat 23:23) dan persembahan khusus lainnya untuk mendukung pelayanan (Luk 8:1-3), tetapi bagaimana kita mengaitkan semua yang kita miliki dengan Allah. Kita harus ingat bahwa memiliki kekayaan bukanlah tujuan, tetapi sarana.

Abraham diberkati supaya ia memberkati orang lain (Kej 12:1-3). Yusuf diberi jabatan dan kekayaan supaya ia dipakai Tuhan memelihara hidup banyak orang (Kej 45:5, 7).
Kalau memang kekayaan adalah berkat Tuhan dan bukan hasil usaha kita (Ams 10:22) serta kita diberi kekayaan yang melebihi orang lain, bukankah seharusnya kita perlu bertanya, “apa maksud Tuhan memberkati aku secara berlebihan?”. Dalam setiap pengeluaran kita – bahkan yang paling kecil sekalipun – kita harus mulai belajar untuk bertanya, “apa hubungan hal ini dengan Allah?”, “apakah ini akan memuliakan Allah?”, “haruskah aku memakai uang untuk keperluan ini atau hal yang lain yang mungkin lebih memuliakan Tuhan?”.

Sebagai seorang penatalayan kita juga harus menyadari bahwa Tuhan seringkali memakai kita untuk memelihara hidup orang lain. Yang tidak boleh kita lupakan adalah orang tua atau keluarga kita. Beberapa orang Kristen sangat loyal terhadap pekerjaan Tuhan maupun sesama orang Kristen, tetapi mereka justru melupakan orang tua. Tindakan semacam ini pernah dilakukan oleh orang Farisi dan mereka sudah dikecam oleh Yesus (Mat 15:4-6). Paulus mengajarkan bahwa tanggung-jawab utama terhadap janda-janda miskin seharusnya terletak anak atau cucu mereka yang sudah beriman, setelah itu baru gereja (1Tim 5:4). Mereka yang tidak mau memperhatikan keluarga bahkan disamakan dengan orang murtad dan lebih buruk daripada orang yang tidak percaya (1Tim 5:8).
Selain orang tua (dan keluarga), kita juga perlu mengutamakan mereka yang tidak memiliki sandaran hidup. Di dalam Alkitab Tuhan memberikan perhatian khusus kepada orang miskin, para janda dan anak yatim piatu, karena mereka hanya mengandalkan kemurahhatian Tuhan melalui orang lain (Kel 22:22, 24; Ul 10:18; 14:29; 16:11, 14). Khusus dalam konteks tubuh Kristus kita harus memperhatikan prinsip keseimbangan: yang kuat menanggung yang lemah (2Kor 8:13-14). Kita perlu mengutamakan saudara seiman dari pada orang luar (Gal 6:10).
Memiliki uang pada umumnya adalah baik. Tetapi pertanyaan selanjutnya: kalau memiliki uang untuk apa? Tentu saja banyak orang akan segera menjawab untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, membuat kehidupan lebih sejahtera dan menyenangkan, dan menabungnya untuk persiapan masa depan. Semua itu baik dan sah. Tetapi belum cukup. Alkitab juga mengajak kita agar memakai uang atau benda kita untuk memuliakan Tuhan dan melakukan hal-hal yang baik orang lain (tidak hanya diri sendiri).
Yak 5:5  Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi, kamu telah memuaskan hatimu sama seperti pada hari penyembelihan.
2Ptr 2:13  dan akan mengalami nasib yang buruk sebagai upah kejahatan mereka. Berfoya-foya pada siang hari, mereka anggap kenikmatan. Mereka adalah kotoran dan noda, yang mabuk dalam hawa nafsu mereka kalau mereka duduk makan minum bersama-sama dengan kamu.

Akibat-akibat menggunakan uang secara benar
Cara kita menangani uang memengaruhi persekutuan kita dengan Tuhan. Yesus membuat perbandingan antara cara kita menangani uang kita dengan kualitas kehidupan rohani kita.

Dalam Lukas 16:11 (BIS),

Luk 16: 11  Jadi, kalau mengenai kekayaan dunia ini kalian sudah tidak dapat dipercayai, siapa mau mempercayakan kepadamu kekayaan rohani?

 
Bila kita menangani uang kita dengan tepat sesuai dengan prinsip-prinsip firman Tuhan, kita akan bertumbuh semakin intim  dengan Kristus. Akan tetapi, jika kita tidak setia dengan hal itu, persekutuan kita dengan Dia akan berantakan.

Hal ini diilustrasikan lewat perumpamaan tentang talenta. Sang tuan memberikan selamat kepada hamba yang telah mengatur keuangan dengan setia: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan Tuanmu." (Matius 25:21)

Pada saat  kita menangani uang dengan cara Allah, kita memperoleh kesempatan  untuk masuk dalam sukacita yang lebih lagi dari suatu keintiman hubungan dengan Tuhan kita. Yang menyedihkan, ini adalah suatu  kebenaran yang gagal ditangkap oleh banyak orang.

Harta benda bersaing dengan Tuhan untuk menduduki tempat pertama dalam hidup kita. Uang adalah kompetitor utama Kristus, dalam hal siapakah yang akan menjadi tuan dalam kehidupan kita. Yesus mengatakan bahwa  kita harus memilih hanya melayani satu dari tuan ini. "Tidak seorang pun dapat bekerja untuk dua majikan. Sebab ia akan lebih mengasihi yang satu daripada yang lain. Atau ia akan lebih setia  kepada majikan yang satu daripada kepada yang lain. Begitulah  juga dengan kalian. Kalian tidak dapat bekerja untuk Allah dannuntuk harta benda juga." (Matius 6:24, BIS) Mustahil bagi kitanuntuk melayani uang -- bahkan walaupun itu dalam jumlah kecil --dan masih tetap melayani Tuhan.

Waktu tentara salib diserang pada sekitar abad ke-12, tentara-tentara salib ini menyewa tentara bayaran untuk berperang bagi mereka. Karena itu adalah perang agama, para tentara bayaran tersebut dibaptis sebelum berperang. Pada saat mereka dibaptis, mereka akan mengacungkan pedang mereka dan mengangkatnya di atas air sebagai lambang bahwa Yesus Kristus tidak memiliki kendali atas pedang mereka. Mereka memiliki kebebasan untuk menggunakan senjata mereka sebagaimana yang mereka kehendaki.

Walaupun tidak segamblang apa yang terjadi dengan para tentara itu, banyak orang hari-hari ini yang menangani uang mereka dengan gaya yang serupa. Sejumlah orang mengacungkan dompet mereka "di atas air", yang maksudnya adalah berkata, "Tuhan, Engkau boleh menjadi Tuhan atas seluruh kehidupanku, kecuali dalam area uang -- saya sepenuhnya sanggup menanganinya sendiri."

III.             SIKAP TERHADAP UANG HARUS BENAR


Uang adalah perkara kecil (Lukas 16:10). Kenapa? Karena uang tidak bisa membeli dan memberi kebahagiaan. Uang tidak bisa memberikan hidup kekal atau makna hidup yang sejati (Yes. 55:1-3; Why. 3:17-18). Tetapi, tidak ada yang lebih memperlihatkan hubungan kita dengan Tuhan seperti sikap kita terhadap uang.
Yesus Kristus menjelaskan bahwa salah satu tanda seseorang memiliki kehidupan rohani yang sehat adalah memiliki sikap yang benar terhadap harta. Enambelas dari tigapuluh delapan perumpamaan Yesus berkaitan dengan uang. Satu dari sepuluh ayat dalam Perjanjian Baru berkaitan dengan keuangan. Alkitab memiliki 500 ayat mengenai doa, kurang dari 500 ayat mengenai iman, tapi lebih dari 2,000 ayat mengenai uang. Uang merupakan masalah yang sangat penting karena sikap seseorang terhadapnya sangat menentukan seperti apa hubungannya dengan Tuhan, berkenaan dengan pemenuhan rencanaNya dalam hidup ini.
Sikap benar terhadap uang
1.       Melihat uang yang ada pada kita adalah uang Tuhan.
Dalam soal uang/ materi, manusia hanya sebagai ‘steward’ bukan sebagai ‘partner’.
 ·        Seorang partner mempunyai hak untuk menentukan penggunaan  dari uang/ materi, sedangkan seorang steward tidak mempunyai hak untuk menentukannya.
·        Seorang steward hanya melakukan apa yang diminta oleh pemiliknya.
·        Seorang steward hanya mempunyai kewajiban/ dipercayakan untuk mengatur uang yang diberikan kepadanya, tetapi tidak sama sekali menentukan penggunaannya.
Apabila kita dapat mengerti hal ini, maka kita tidak lagi mengclaim bahwa uang/ materi yang kita punyai itu milik kita, melainkan semuanya itu milik Tuhan.
 Dalam Lukas 19 :11- 27: “Perumpamaan tentang uang mina/ talenta”:
Didalam perumpamaan itu, Yesus berkata, Ketika tuan itu kembali, setelah ia dinobatkan menjadi raja, maka ia menyuruh memanggil hamba-hambanya, yang telah diberinya uang itu, untuk mengetahui berapa hasil dagang mereka masing-masing”, (ayat 15).
Yang menarik perhatian kita adalah, jawaban dari setiap hamba tersebut, Tuan, mina tuan (ayat 16,18, 20). Jadi, mereka mengatakan, “mina tuan”.

Jadi, kita harus berhenti untuk mengatakan “uangku” namun "uang Tuhan".

2.      Jadikan uang sebagai hamba bukan Tuan
Uang bukanlah otomatis berkat Tuhan dan ketidaaan uang juga tidak otomatis merupakan kutuk atau bencana. Memiliki atau tidak memiliki uang tidak otomatis memperbaiki kualitas hidup seseorang. Sebagian orang bertambah baik dengan memiliki uang, namun sebagian orang lagi malah bertambah buruk. Ada orang yang mendekat kepada Tuhan saat kaya, namun menjauh dari Tuhan saat miskin. Sebagian lagi justru dekat kepada Tuhan saat miskin dan menjauh dari Tuhan justru setelah kaya. Bagaimana dengan Saudara dan saya? Apakah Saudara dan saya semakin baik bila memiliki uang? Apakah Saudara dan saya semakin baik bila tidak memiliki uang?
Penulis kitab Amsal (Ams 30:7-9) mengingatkan kita bahwa kekayaan atau kemiskinan, memiliki atau tidak memiliki uang sama bahaya atau resikonya. Orang yang kaya atau memiliki uang banyak bisa tergoda menyangkal atau merasa tidak memerlukan Allah, sebaliknya orang miskin atau tak punya uang bisa tergoda mencuri. Menurut saya harus ditambah: orang kaya juga bisa tergoda mencuri dan orang miskin (karena kemiskinannya) bisa tergoda juga menyangkal Allah ada.
Siapakah sebenarnya tuan dan siapakah hamba. Jika uang itu, sadar atau tidak sadar, telah menjadi tuan atau majikan yang mengatur hidup kita maka uang itu akan menjadi tuan yang paling jahat atau kejam. Namun sebaliknya jika kita berhasil menaklukkan uang itu dan menjadikannya sebagai alat atau hamba, maka itu bisa menjadi alat dan hamba yang sangat berguna.
Yesus mengatakan kita tidak dapat mengabdi kepada dua tuan atau majikan. Kita tidak bisa menjadikan Tuhan dan uang sebagai majikan. Kita akan mentaati yang satu dan membenci yang lain. Ketika kita, mungkin tanpa sadar, menjadikan uang sebagai tuan atau majikan kita, maka kita tidak lagi menturuti perintah-perintah Tuhan dan malah melanggarnya demi mengikuti perintah Uang tersebut.
Sebab itulah kita diingatkan bahwa pembinaan karakter melampaui pentingnya pemilikan uang. Hal ini harus sungguh-sungguh kita ajarkan kepada anak-anak kita. Orang yang sungguh2 memiliki karakter tidak akan diperhamba oleh uangnya. 

IV.             MENYIMPAN UANG HARUS BENAR

Alkitab memperingatkan kita tentang usaha manusia yang gemar menimbun harta bagi dirinya sendiri ( Lukas 12 : 16-21 ). Perlu digarisbawahi di sini bahwa yang diperingatkan adalah motivasi dalam menyimpan harta itu, yaitu untuk memuaskan nafsu diri sendiri. Sebab harta memang dapat membuat manusia daging merasa nyaman dan aman, akibatya keberadaan harta itu tak jarang membuat seseorang merasa tidak memerlukan apa-apa lagi, ia merasa tidak butuh orang lain bahkan Tuhanpun ia rasa tidak butuh lagi.

Dukungan Alkitab
1.      Tuhan mengarahkan Yusuf untuk menyimpan atau menabung untuk masa depan (Kej. 41:35).
2.      Menabung untuk masa depan menunjukan hikmat Tuhan dan dinyatakan ciptaan Tuhan lainnya (Ams. 21:20; 30:24-25; 6:6-8).
3.      Menabung untuk masa depan merupakan tanggung jawab pelayanan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang diperkirakan maupun yang tiba-tiba (1 Tim. 5:8; 2 Kor. 12:14).
Hati-hati terhadap motivasi, prioritas, dan alasan yang tidak murni dan tidak Alkitabiah mengenai menabung seperti kekhawatiran dan menimbun karena ketidakamanan atau ketamakan (Mat. 6:25-33; Luk. 12:13-31).
Namun menyimpan uang yang benar adalah di Surga karena paling aman.
Mat 6:20  Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.
Amin

No comments:

Post a Comment