ORANG KRISTEN DAN UANG
OLEH: I KETUT SUNALIS MUADI, S.TH
M
|
emang harus diakui bahwa pembicaraan yang bertemakan uang di dalam gereja biasanya hanya menyentuh
level permukaan semata. Gereja hanya mengajarkan kekudusan dalam mencari uang
dan dorongan untuk memberikan sejumlah uang bagi keperluan gereja. Di luar dua
aspek ini, keuangan sangat jarang dibahas secara intensif. Padahal nyatanya hampir setiap
hari orang bersentuhan dengan uang. Tanpa disadari kita selalu memikirkan
tentang hal-hal yang berkaitan dengan uang. Kita harus mengambil keputusan
tentang keuangan, dari pengeluaran yang sifatnya rutin dan kecil, sampai yang
insidental dan besar. Situasi ini menjadi lebih serius ketika kita hidup dalam
jaman yang “tidak ada yang gratis”. Bahkan saat ini bukan hanya minum saja yang bayar, tapi
kencing juga bayar, bukan hanya hidup saja yang bayar, ternyata mati juga
bayar.
Bahkan berdasarkan hasil survey masalah keuangan
telah menjadi faktor signifikan dalam perceraian. Dari survey
ini, mungkin kita mendapat kesan
bahwa uang pada dirinya sendiri (secara an sich) merupakan
masalah dalam keluarga. Kita melihat uang sebagai sesuatu yang sangat sekuler,
berbahaya dan harus dihindari. Dari perspektif Alkitab, uang sebenarnya adalah
netral dan bukan sumber masalah. Inti masalah terletak pada cara pandang kita
terhadap uang. Akar segala kejahatan bukanlah uang, tetapi cinta uang
(1Tim 6:10).
Sebenarnya Alkitab banyak
membicarakan tentang materi: uang, kekayaan, dsb. Kata “uang” muncul 175 kali
dalam Alkitab (jumlah ini tidak termasuk mata uang, misalnya “drakhma, dinar,
talenta, dsb). Akar kata “kaya” muncul lebih dari 100 kali. Akar kata “hutang”
muncul 50 kali. Data statistik ini dapat diperpanjang kita jika memasukkan
binatang ternak, perhiasan, tanah dan rumah, yang semuanya ini merupakan
indikator kekayaan orang pada masa kuno. Ini membuktikan bahwa seharusnya kita harus membahas tentang
uang secara mendalam berdasarkan kacamata Alkitab supaya kita bisa mencari,
menggunakan dan bersikap secara benar terhadap uang.
Pada
kesempatan ini kita akan membahas tentang bagaimana seharusnya orang Kristen
dalam hubungannya dengan uang.
I.
CARA MENCARI UANG HARUS BENAR
Meskipun Tuhan tidak melarang orang Kristen kaya-raya, namun
Dia tidak menghendaki umatNya pragmatis dan menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan uang atau kekayaan itu. Tuhan sangat memperhatikan cara kita
memperoleh uang atau kekayaan tersebut tersebut.
Dalam Alkitab ada beberapa aturan dalam mencari uang.
1. Harus Rajin
2 Tes 3:10 Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu,
kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia
makan.
Ef 4:28 Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri
lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri,
supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.
Hal pertama yang dengan tegas
dikatakan adalah orang Kristen harus rajin dan bekerja keras untuk nafkah kita .
Peringatan yang keras yang diberikan Paulus dalam ayat di atas bahwa orang yang
malas atau tidak mau bekerja janganlah ia makan. Tuhan sangat membenci orang
malas, bahkan Alkitab juga memberi contoh teladan dari semut bagi pemalas.
Amsal 6:6-10
6 Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah
lakunya dan jadilah bijak:
7 biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya
atau penguasanya,
8 ia menyediakan rotinya di musim panas, dan
mengumpulkan makanannya pada waktu panen.
9 Hai pemalas, berapa lama lagi engkau
berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu?
10 "Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar
lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring" —
Teladan dari semut berbicara
mengenai kerajinan, kemandirian, dan juga kesiapan dalam hal perencanaan
keuangan, termasuk di antaranya kebiasaan menabung.
Pada dasarnya rajin dan serakah
adalah dua hal yang berbeda. Orang serakah prinsip hidupnya
adalah memburu – bukan sekedar mencari - uang (1Tim 6:10).
Orang serakah tidak pernah
merasa cukup,
sementara orang rajin bisa mencukupkan diri. Orang serakah bekerja keras hanya untuk dirinya, tapi orang
rajin bekerja keras demi orang lain juga. Penulis Amsal menggambarkan orang serakah
seperti lintah penghisap darah yang tidak pernah merasa cukup.
Amsal 30:15 - Si lintah mempunyai dua anak perempuan:
"Untukku!" dan "Untukku!" Ada tiga hal yang tak
akan kenyang, ada empat hal yang tak pernah berkata: "Cukup!"
16 Dunia orang mati, dan
rahim yang mandul, dan bumi yang tidak pernah puas dengan air, dan api yang tidak
pernah berkata: "Cukup!"
2. Tidak mengambil hak
orang lain
Kel 20:15 Jangan mencuri.
Dalam Hukum sepuluh, Perintah
kedelapan untuk kehidupan manusia yang diberikan Allah adalah "Jangan
mencuri.".
Mencuri berarti mengambil
milik orang lain dan memberikannya kepada orang lain atau kepada diri sendiri.
Mencuri adalah perbuatan dosa yang adalah salah dipandangan mata Allah, dan
menunju ketamakan atau keserakahan, penghinaan dan ketidak hormatan kita kepada
orang lain. Mencuri adalah suatu perbuatan yang menunju pada ketamakan atau
keserakahan, keegoisan kita, kurangnya cinta kasih dan perhatian kita pada
sesama.
Perintah “jangan mencuri” ini
berhubungan dengan penghormatan akan hak milik orang lain dan juga berhubungan
dengan kejujuran kita dalam mencari nafkah atau mencari uang. Perintah ini juga
mengajarkan kepada kita bahwa dalam mencari uang kita tidak boleh melanggar
batas-batas kepemilikan yang merupakan hak dan milik orang lain. Perintah itu jelas-jelas merupakan
prinsip atau tiang kehidupan yang tidak bisa dilanggar oleh orang Kristen tanpa
kecuali termasuk kita hari ini. Dengan kata lain kebutuhan tidak bisa dijadikan
alasan untuk mencuri atau mengambil apa yang bukan menjadi hak dan bagian kita.
Selanjutnya
Tuhan juga melarang kita untuk
mengingini apapun yang dimiliki sesama kita.
Kel 20:17 Jangan mengingini rumah sesamamu;
jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan,
atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu."
Hukum inilah yang
dijadikan dasar bagi Hak Asasi Manusia dalam konstitusi PBB, yang berlaku untuk
semua pemerintahan dunia sampai hari ini: Wajib memproteksi hak milik pribadi,
tak seorang pun boleh mengganggu istri, anak, harta, rumah
kepunyaan orang lain, karena milik pribadi itu sah dan diizinkan. Tuhan
berpesan, jangan mengingini, artinya Ia memagari kepemilikan manusia. Saat
mata seseorang melirik ke dalam pagar orang dan hatinya berhasrat melewati
pagar itu, ia disebut pelanggar hukum. Jangan mengingini harta orang,
puaskan dirimu dengan apa yang sudah Tuhan karuniakan untukmu. Kalau kau
memboroskan apa yang sudah diberikan-Nya atau merebut apa yang belum Ia
berikan kepadamu, kau adalah pencuri. Sikap yang Tuhan sahkan dan izinkan
adalah merasa puas atas apa yang sudah kau miliki dan mau menunggu untuk apa
yang belum kau miliki sambil bekerja dengan giat. Perasaan memiliki dan
tidak memiliki selalu mengganggu diri kita, mengapa ia punya, saya tidak
punya; saya juga menginginkannya. Keinginan seperti itulah yang membuat kita
berani melompat pagar, berani melawan kehendak Tuhan. Mari kita kembali pada
prinsip ini: Puaskan dirimu dengan apa yang ada pada dirimu, apa yang kita
miliki. Karena Tuhan berjanji: “Aku tidak akan meninggalkanmu, tidak akan
membuangmu.”
kepunyaan orang lain, karena milik pribadi itu sah dan diizinkan. Tuhan
berpesan, jangan mengingini, artinya Ia memagari kepemilikan manusia. Saat
mata seseorang melirik ke dalam pagar orang dan hatinya berhasrat melewati
pagar itu, ia disebut pelanggar hukum. Jangan mengingini harta orang,
puaskan dirimu dengan apa yang sudah Tuhan karuniakan untukmu. Kalau kau
memboroskan apa yang sudah diberikan-Nya atau merebut apa yang belum Ia
berikan kepadamu, kau adalah pencuri. Sikap yang Tuhan sahkan dan izinkan
adalah merasa puas atas apa yang sudah kau miliki dan mau menunggu untuk apa
yang belum kau miliki sambil bekerja dengan giat. Perasaan memiliki dan
tidak memiliki selalu mengganggu diri kita, mengapa ia punya, saya tidak
punya; saya juga menginginkannya. Keinginan seperti itulah yang membuat kita
berani melompat pagar, berani melawan kehendak Tuhan. Mari kita kembali pada
prinsip ini: Puaskan dirimu dengan apa yang ada pada dirimu, apa yang kita
miliki. Karena Tuhan berjanji: “Aku tidak akan meninggalkanmu, tidak akan
membuangmu.”
Dengan demikian mencari uang
bisa disebut benar adalah ketika kita mencari uang, kita tidak melanggar hak
orang lain atau merugikan orang lain.
Sebenarnya masih banyak
bentuk cara memperoleh uang dengan melanggar hak orang lain. Misalnya: upah
yang tidak sesuai, pelayanan yang tidak memuaskan, pendapatan yang tidak jujur,
korupsi, kekejaman, pemerasan, dan penghancuran dari hak milik majikan. Hal-hal
tersebut diatas dan bentuk-bentuk pencurian yang lain membahayakan masyarakat.
Ada hubungan yang dekat antara manusia dengan miliknya. Pada jaman dahulu,
hukuman untuk mencuri adalah mati. Dalam Perjanjian Lama, semua hak milik
adalah merupakan karunia Tuhan, karena itu dikuduskan.
Karena itu, hendaklah kita
yang sekian lama mungkin dalam mengumpulkan harta dengan cara “merugikan” orang
lain atau negara, ingat bahwa dalam mengumpulkan uang orang kristen harus
mencarinya dengan cara yang benar yaitu dengan tidak merugikan siapapun. Kalau
dulu kita pernah melakukan hal seperti itu bertobatlah seperti nasihat Paulus
kepada jemaat Efesus.
Ef 4:28 Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri
lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan
tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang
berkekurangan.
3.
Tidak
menahan hak orang lain.
Yakobus 5: 4 Sesungguhnya
telah terdengar teriakan besar, karena upah yang kamu tahan
dari buruh yang telah menuai hasil ladangmu,
dan telah sampai ke telinga Tuhan semesta alam keluhan mereka yang menyabit
panenmu.
Dosa orang kaya yang dibahas
oleh Yakobus ialah menipu buruh tani
yang miskin dengan cara menahan upah buruh yang bekerja pada mereka. Tindakan
ini adalah cara yang salah dalam mengumpulkan uang sebab terang-terangan
bertentangan dengan hukum Musa (bdg. Ul 24:14,15).
14 Janganlah engkau memeras
pekerja harian yang miskin dan menderita, baik ia saudaramu maupun
seorang asing yang ada di negerimu, di dalam tempatmu.
15 Pada hari itu juga haruslah
engkau membayar upahnya sebelum matahari terbenam;
ia mengharapkannya, karena ia orang miskin; supaya ia jangan berseru kepada
TUHAN mengenai engkau dan hal itu menjadi dosa bagimu.
Allah yang di sini disebut
Tuhan semesta alam, nama yang menunjukkan kekuasaan-Nya yang berdaulat, tidak
lupa terhadap ketidakadilan ini. Telinga-Nya terbuka terhadap jeritan para
pekerja miskin tersebut.
Ajaran Islam bilang:
“Bayarlah upah pekerjamu sebelum keringatnya kering!”. Demikian yang saya
sering dengar saat masih bekerja sebagai kontraktor. Hukum Musa pada prinsipnya
sama dengan Ajaran Islam tersebut, Cuma redaksinya yang berbeda. Pada
prinsipnya kita tidak boleh mencari keuntungan dengan menahan gaji atau hak
orang lain. Mungkin kalau jumlah pekerjanya Cuma sedikit, maka keuntungan yang
didapat tidak seberapa. Namun kalau karyawannya sampai puluhan ribu, maka
keuntungan yang didapat adalah keuntungan yang besar.
4. Harus ingat Waktu
Yak 5:3 Emas dan perakmu sudah berkarat, dan karatnya
akan menjadi kesaksian terhadap kamu dan akan memakan dagingmu seperti api. Kamu telah mengumpulkan
harta pada hari-hari yang sedang berakhir.
Pkh 3:6 ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk
membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang;
Dalam
menncipta Allah ada awaktunya, tapi Ia beristirahat pada hari yang ke tujuh. Istrahat
adalah memberi kesempatan pada tubuh kita untuk pulih kembali.
II.
MENGGUNAKAN
UANG HARUS BENAR
Hal terpenting
yang harus kita pahami tentang kepemilikan
uang adalah kadangkala kita berpikir atau menggunakan uang kita seolah-olah 90% milik
kita dan 10% milik Tuhan. Kita menganggap bahwa kita bebas menggunakan yang 90%
sesuka hati kita. Allah hanya menuntut dan mengurusi yang 10%.
Konsep seperti ini jelas bertentangan dengan firman Tuhan, karena pada dasarnya semua yang kita miliki berasal dari Tuhan
(Ul 8:17-18; 1Taw 29:14) .
Ulangan 18:17-18
17 Maka
janganlah kaukatakan
dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh
kekayaan ini.
18
Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan
untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan
sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini.
1 Taw 29:14
14
Sebab siapakah aku ini dan siapakah bangsaku, sehingga kami mampu
memberikan persembahan sukarela seperti ini? Sebab dari pada-Mulah segala-galanya dan dari
tangan-Mu sendirilah persembahan yang kami berikan kepada-Mu.
Ayat- ayat di atas membuktikan bahwa Tuhanlah yang memberi
kita modal, kesempatan, kesehatan dan lain2 sehingga kita bisa mendapatkan uang
itu. Sebab itu kita harus tunduk dan selalu bertanya kepada Tuhan termasuk
dalam menggunakan uang kita.
Selanjutnya harta tersebut tetaplah menjadi milik Tuhan (1Taw
29:11, 16) .
1 Taw 29:11,16
11 Ya
TUHAN, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan
keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi! Ya TUHAN,
punya-Mulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya
sebagai kepala.
16 Ya
TUHAN, Allah kami, segala
kelimpahan bahan-bahan yang kami sediakan ini untuk mendirikan bagi-Mu rumah
bagi nama-Mu yang kudus adalah dari tangan-Mu sendiri dan punya-Mulah
segala-galanya.
Karena segala sesuatu yang kita punya dari dan oleh Allah, dan tetap
dimiliki Allah untuk selama-lamanya, maka fungsi utama materi yang kita miliki adalah untuk Allah.
Roma 11:36
Sebab
segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh
Dia,
dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!
Dari penjelasan di atas kita belajar bahwa dalam
kaiatannya dengan harta atau uang, kita hanyalah pengurus atau penatalayan (steward).
Bagaimana
cara menggunakan uang yang benar?
a.
Untuk
memuliakan Tuhan
Ams 3:9
Muliakanlah
TUHAN dengan hartamu
dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu,
Di satu sisi
Allah memang memberikan ruang bagi kita untuk menikmati apa yang kita miliki
selama kita menyadari bahwa hal itu adalah kesenangan dari Allah (Pkt 3:13).
Artinya, kita tetap melihat kenikmatan itu sebagai milik Tuhan yang diberikan
kepada kita untuk dinikmati. Yesus pun beberapa kali menghadiri pesta (Mat
26:6-13//Mar 14:3-9; Luk 15:1-3; Yoh 2:1-11). Pendek kata, kesenangan yang kita
nikmati harus berupa selebrasi kebaikan Tuhan di dalam hidup kita.
Di sisi lain,
kita harus memikirkan uang kita untuk memuliakan Allah. Memuliakan Allah di
sini bukan sekedar memberikan perpuluhan (Mal 3:10; Mat 23:23) dan persembahan
khusus lainnya untuk mendukung pelayanan (Luk 8:1-3), tetapi bagaimana kita
mengaitkan semua yang kita miliki dengan Allah. Kita harus ingat bahwa memiliki
kekayaan bukanlah tujuan, tetapi sarana.
Abraham
diberkati supaya ia memberkati orang lain (Kej 12:1-3). Yusuf diberi jabatan
dan kekayaan supaya ia dipakai Tuhan memelihara hidup banyak orang (Kej 45:5,
7).
Kalau memang
kekayaan adalah berkat Tuhan dan bukan hasil usaha kita (Ams 10:22) serta kita
diberi kekayaan yang melebihi orang lain, bukankah seharusnya kita perlu
bertanya, “apa maksud Tuhan memberkati aku secara berlebihan?”. Dalam setiap
pengeluaran kita – bahkan yang paling kecil sekalipun – kita harus mulai
belajar untuk bertanya, “apa hubungan hal ini dengan Allah?”, “apakah ini akan
memuliakan Allah?”, “haruskah aku memakai uang untuk keperluan ini atau hal
yang lain yang mungkin lebih memuliakan Tuhan?”.
Sebagai seorang
penatalayan kita juga harus menyadari bahwa Tuhan seringkali memakai kita untuk
memelihara hidup orang lain. Yang tidak boleh kita lupakan adalah orang tua
atau keluarga kita. Beberapa orang Kristen sangat loyal terhadap pekerjaan
Tuhan maupun sesama orang Kristen, tetapi mereka justru melupakan orang tua.
Tindakan semacam ini pernah dilakukan oleh orang Farisi dan mereka sudah
dikecam oleh Yesus (Mat 15:4-6). Paulus mengajarkan bahwa tanggung-jawab utama
terhadap janda-janda miskin seharusnya terletak anak atau cucu mereka yang
sudah beriman, setelah itu baru gereja (1Tim 5:4). Mereka yang tidak mau
memperhatikan keluarga bahkan disamakan dengan orang murtad dan lebih buruk
daripada orang yang tidak percaya (1Tim 5:8).
Selain orang tua (dan keluarga), kita
juga perlu mengutamakan mereka yang tidak memiliki sandaran hidup. Di dalam
Alkitab Tuhan memberikan perhatian khusus kepada orang miskin, para janda dan
anak yatim piatu, karena mereka hanya mengandalkan kemurahhatian Tuhan melalui
orang lain (Kel 22:22, 24; Ul 10:18; 14:29; 16:11, 14). Khusus dalam konteks
tubuh Kristus kita harus memperhatikan prinsip keseimbangan: yang kuat
menanggung yang lemah (2Kor 8:13-14). Kita perlu mengutamakan saudara seiman
dari pada orang luar (Gal 6:10).
Memiliki uang pada umumnya adalah baik. Tetapi pertanyaan
selanjutnya: kalau memiliki uang untuk apa? Tentu saja banyak orang akan segera
menjawab untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, membuat kehidupan lebih
sejahtera dan menyenangkan, dan menabungnya untuk persiapan masa depan. Semua
itu baik dan sah. Tetapi belum cukup. Alkitab juga mengajak kita agar memakai
uang atau benda kita untuk memuliakan Tuhan dan melakukan hal-hal yang baik
orang lain (tidak hanya diri sendiri).
Yak 5:5 Dalam kemewahan
kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi, kamu telah memuaskan hatimu sama
seperti pada hari penyembelihan.
2Ptr 2:13 dan akan
mengalami nasib yang buruk sebagai upah kejahatan mereka. Berfoya-foya pada
siang hari, mereka anggap kenikmatan. Mereka adalah kotoran dan noda, yang
mabuk dalam hawa nafsu mereka kalau mereka duduk makan minum bersama-sama
dengan kamu.
Akibat-akibat menggunakan uang secara benar
Cara kita menangani uang memengaruhi
persekutuan kita dengan Tuhan. Yesus membuat perbandingan antara cara kita
menangani uang kita dengan kualitas kehidupan rohani kita.
Dalam Lukas 16:11 (BIS),
Luk 16: 11 Jadi, kalau mengenai kekayaan dunia ini
kalian sudah tidak dapat dipercayai, siapa mau mempercayakan kepadamu kekayaan
rohani?
Bila kita menangani uang kita dengan
tepat sesuai dengan prinsip-prinsip firman Tuhan, kita akan bertumbuh semakin
intim dengan Kristus. Akan tetapi, jika
kita tidak setia dengan hal itu, persekutuan kita dengan Dia
akan berantakan.
Hal ini diilustrasikan lewat
perumpamaan tentang talenta. Sang
tuan
memberikan selamat kepada hamba yang telah mengatur keuangan dengan
setia: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan Tuanmu." (Matius 25:21)
Pada saat kita menangani uang dengan cara Allah, kita
memperoleh kesempatan
untuk masuk
dalam sukacita yang lebih lagi dari suatu keintiman hubungan
dengan Tuhan kita. Yang menyedihkan, ini adalah suatu kebenaran yang gagal ditangkap oleh banyak
orang.
Harta benda bersaing dengan Tuhan
untuk menduduki tempat pertama dalam hidup kita.
Uang adalah
kompetitor utama Kristus, dalam hal siapakah yang
akan menjadi
tuan dalam kehidupan kita. Yesus mengatakan bahwa kita harus memilih hanya melayani satu dari tuan ini.
"Tidak seorang pun dapat bekerja untuk dua majikan. Sebab ia
akan lebih mengasihi yang satu daripada yang lain. Atau ia akan
lebih setia kepada majikan
yang satu daripada kepada yang lain. Begitulah
juga dengan kalian. Kalian tidak dapat bekerja
untuk Allah dannuntuk harta benda juga." (Matius 6:24, BIS)
Mustahil bagi kitanuntuk melayani uang -- bahkan walaupun itu dalam
jumlah kecil --dan masih tetap melayani Tuhan.
Waktu tentara salib diserang pada
sekitar abad ke-12, tentara-tentara salib ini menyewa tentara bayaran
untuk berperang bagi mereka. Karena itu adalah perang agama, para tentara
bayaran tersebut dibaptis sebelum berperang. Pada saat mereka
dibaptis, mereka akan mengacungkan pedang mereka dan
mengangkatnya di atas air sebagai lambang bahwa Yesus Kristus tidak memiliki kendali atas
pedang mereka. Mereka memiliki kebebasan untuk
menggunakan
senjata mereka sebagaimana yang mereka kehendaki.
Walaupun tidak segamblang apa yang
terjadi dengan para tentara itu, banyak orang hari-hari ini yang menangani uang
mereka dengan gaya yang serupa. Sejumlah orang mengacungkan dompet
mereka "di atas air", yang maksudnya adalah berkata,
"Tuhan, Engkau boleh menjadi Tuhan atas seluruh kehidupanku, kecuali dalam
area uang -- saya sepenuhnya sanggup menanganinya
sendiri."
III.
SIKAP
TERHADAP UANG HARUS BENAR
Uang adalah perkara kecil (Lukas
16:10). Kenapa? Karena uang tidak bisa membeli dan memberi kebahagiaan. Uang
tidak bisa memberikan hidup kekal atau makna hidup yang sejati (Yes. 55:1-3;
Why. 3:17-18). Tetapi, tidak ada yang lebih memperlihatkan hubungan kita dengan
Tuhan seperti sikap kita terhadap uang.
Yesus Kristus menjelaskan bahwa
salah satu tanda seseorang memiliki kehidupan rohani yang sehat adalah memiliki
sikap yang benar terhadap harta. Enambelas dari tigapuluh delapan perumpamaan
Yesus berkaitan dengan uang. Satu dari sepuluh ayat dalam Perjanjian Baru
berkaitan dengan keuangan. Alkitab memiliki 500 ayat mengenai doa, kurang dari
500 ayat mengenai iman, tapi lebih dari 2,000 ayat mengenai uang. Uang
merupakan masalah yang sangat penting karena sikap seseorang terhadapnya sangat
menentukan seperti apa hubungannya dengan Tuhan, berkenaan dengan pemenuhan
rencanaNya dalam hidup ini.
Sikap benar
terhadap uang
1.
Melihat
uang yang ada pada kita adalah uang Tuhan.
Dalam soal uang/ materi, manusia
hanya sebagai ‘steward’ bukan sebagai ‘partner’.
·
Seorang partner
mempunyai hak untuk menentukan penggunaan dari uang/ materi, sedangkan
seorang steward tidak mempunyai hak untuk menentukannya.
·
Seorang steward
hanya melakukan apa yang diminta oleh pemiliknya.
·
Seorang steward
hanya mempunyai kewajiban/ dipercayakan untuk mengatur uang yang diberikan
kepadanya, tetapi tidak sama sekali menentukan penggunaannya.
Apabila kita dapat mengerti hal ini,
maka kita tidak lagi mengclaim bahwa uang/ materi yang kita punyai itu milik
kita, melainkan semuanya itu milik Tuhan.
Dalam Lukas 19 :11- 27:
“Perumpamaan tentang uang mina/ talenta”:
Didalam perumpamaan itu, Yesus
berkata, “Ketika tuan itu kembali, setelah ia
dinobatkan menjadi raja, maka ia menyuruh memanggil hamba-hambanya, yang telah
diberinya uang itu, untuk mengetahui berapa hasil dagang mereka masing-masing”, (ayat 15).
Yang menarik perhatian kita adalah, jawaban dari
setiap hamba tersebut, “Tuan, mina tuan” (ayat 16,18, 20).
Jadi, mereka mengatakan, “mina tuan”.
Jadi, kita harus berhenti untuk mengatakan “uangku” namun "uang Tuhan".
2. Jadikan
uang sebagai hamba bukan Tuan
Uang bukanlah otomatis berkat Tuhan dan ketidaaan uang juga
tidak otomatis merupakan kutuk atau bencana. Memiliki atau tidak memiliki uang
tidak otomatis memperbaiki kualitas hidup seseorang. Sebagian orang bertambah
baik dengan memiliki uang, namun sebagian orang lagi malah bertambah buruk. Ada
orang yang mendekat kepada Tuhan saat kaya, namun menjauh dari Tuhan saat
miskin. Sebagian lagi justru dekat kepada Tuhan saat miskin dan menjauh dari
Tuhan justru setelah kaya. Bagaimana dengan Saudara dan saya? Apakah Saudara
dan saya semakin baik bila memiliki uang? Apakah Saudara dan saya semakin baik
bila tidak memiliki uang?
Penulis kitab Amsal (Ams 30:7-9) mengingatkan kita bahwa
kekayaan atau kemiskinan, memiliki atau tidak memiliki uang sama bahaya atau
resikonya. Orang yang kaya atau memiliki uang banyak bisa tergoda menyangkal
atau merasa tidak memerlukan Allah, sebaliknya orang miskin atau tak punya uang
bisa tergoda mencuri. Menurut saya harus ditambah: orang kaya juga bisa tergoda
mencuri dan orang miskin (karena kemiskinannya) bisa tergoda juga menyangkal
Allah ada.
Siapakah sebenarnya tuan dan siapakah hamba. Jika uang itu,
sadar atau tidak sadar, telah menjadi tuan atau majikan yang mengatur hidup
kita maka uang itu akan menjadi tuan yang paling jahat atau kejam. Namun
sebaliknya jika kita berhasil menaklukkan uang itu dan menjadikannya sebagai
alat atau hamba, maka itu bisa menjadi alat dan hamba yang sangat berguna.
Yesus mengatakan kita tidak dapat mengabdi kepada dua tuan
atau majikan. Kita tidak bisa menjadikan Tuhan dan uang sebagai majikan. Kita
akan mentaati yang satu dan membenci yang lain. Ketika kita, mungkin tanpa
sadar, menjadikan uang sebagai tuan atau majikan kita, maka kita tidak lagi
menturuti perintah-perintah Tuhan dan malah melanggarnya demi mengikuti
perintah Uang tersebut.
Sebab itulah kita diingatkan bahwa pembinaan karakter
melampaui pentingnya pemilikan uang. Hal ini harus sungguh-sungguh kita ajarkan
kepada anak-anak kita. Orang yang sungguh2 memiliki karakter tidak akan
diperhamba oleh uangnya.
IV.
MENYIMPAN
UANG HARUS BENAR
Alkitab
memperingatkan kita tentang usaha manusia yang gemar menimbun harta bagi
dirinya sendiri ( Lukas 12 : 16-21 ). Perlu digarisbawahi di sini bahwa yang
diperingatkan adalah motivasi dalam menyimpan harta itu, yaitu untuk memuaskan
nafsu diri sendiri. Sebab harta memang dapat membuat manusia daging merasa
nyaman dan aman, akibatya keberadaan harta itu tak jarang membuat seseorang
merasa tidak memerlukan apa-apa lagi, ia merasa tidak butuh orang lain bahkan
Tuhanpun ia rasa tidak butuh lagi.
Dukungan
Alkitab
1.
Tuhan mengarahkan Yusuf untuk
menyimpan atau menabung untuk masa depan (Kej. 41:35).
2.
Menabung untuk masa depan menunjukan
hikmat Tuhan dan dinyatakan ciptaan Tuhan lainnya (Ams. 21:20; 30:24-25;
6:6-8).
3.
Menabung untuk masa depan merupakan
tanggung jawab pelayanan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang diperkirakan
maupun yang tiba-tiba (1 Tim. 5:8; 2 Kor. 12:14).
Hati-hati
terhadap motivasi, prioritas, dan alasan yang tidak murni dan tidak Alkitabiah
mengenai menabung seperti kekhawatiran dan menimbun karena ketidakamanan atau
ketamakan (Mat. 6:25-33; Luk. 12:13-31).
Namun
menyimpan uang yang benar adalah di Surga karena paling aman.
Mat 6:20 Tetapi
kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga
ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta
mencurinya.
Amin
No comments:
Post a Comment