FAKTA ALKITAB PERIHAL
MEMBERI
I KETUT SUNALIS MUADI,
S.TH
Ada
sebuah karikatur bergambar dua batu nisan bersebelahan. Nisan yang satu
bertuliskan, "Di sini terbaring jenazah Peter yang meninggal karena
terlalu banyak makan gandum". Sedangkan nisan yang lain bertuliskan,
"Di sini terbaring jenazah Akharia yang meninggal karena gandum Peter
tidak pernah singgah di sini".
Sebuah
sindiran yang sangat mengena bagi kita yang hidup pada zaman akhir ini.
Kesenjangan sosial semakin terlihat sebagai akibat manusia lalai dalam
menjembatani kesenjangan itu dengan sebuah tindakan yang bernama “memberi”. Orang Percaya sering diidentikkan dengan
kasih, meskipun tidak semua tindakan memberi adalah kasih tapi tidak mungkin
kita berbicara tentang kasih tanpa memberi. Saat ini banyak orang Kristen mulai
lalai dalam “memberi” karena mulai mencintai diri sendiri dan tidak tahu
mengasihi.
Paulus
telah menubuatkan tentang keadaan manusia pada akhir zaman, di mana manusia akan
semakin mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang dan tidak tahu
mengasihi.
2
Tim 3:1-5
1 Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan
datang masa yang sukar.
2 Manusia akan mencintai
dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan
menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak
terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama,
3 tidak tahu mengasihi,
tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang,
tidak suka yang baik,
4 suka mengkhianat, tidak berpikir panjang,
berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah.
5 Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah
mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka
itu!
Hal
senada juga Tuhan Yesus nubuatkan di mana pada zaman akhir nanti, kasih manusia
akan menjadi dingin sebagi akibat meningkatnya kedurhakaan.
Mat
24:12 Dan karena makin bertambahnya
kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi
dingin.
Selain
itu, mungkin yang menjadi penyebab enggannya Orang Kristen dalam memberi adalah
karena mereka kurang memahami hakikat dari memberi yang benar. Karena itu pada
kesempatan ini kita akan belajar fakta-fakta
perihal memberi menurut Alkitab.
I.
MEMBERI ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN SEMUA ORANG
Pada
umumnya orang berpikir bahwa “memberi” hanyalah urusan orang kaya atau orang berduit, tapi sebenarnya cara berpikir semacam
itu adalah cara berpikir yang keliru. Mengapa ? , karena Alkitab mengajar bahwa
“memberi” pada dasarnya adalah hak dan kewajiban setiap orang. Mengapa
demikian?, jawabannya adalah karena dasar pemberian adalah apa yang ada pada
kita, dan bukan pada apa yang tidak ada pada kita.
2Kor
8:12 Sebab jika kamu rela untuk memberi,
maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan
apa yang tidak ada padamu.
Konteks
ayat di atas adalah Paulus mendorong Jemaat Korintus untuk selangkah lebih
maju, yaitu dengan mengikuti teladan jemaat-jemaat di Makedonia. Mereka yang termasuk
dalam jemaat Makedonia adalah jemaat Filipi, Tesalonika, Berea. Jemaat-Jemaat
makedonia ini telah menunjukkan
kemurahan hati dengan memberikan dukungan dana kepada orang-orang percaya yang
miskin di Yerusalem (2-5). Kemurahan hati mereka benar-benar terjadi karena
anugerah Allah, sebab mereka sendiri sedang menderita berbagai kesulitan dan
sangat miskin.
2 Kor 8:1-3
1 Saudara-saudara, kami
hendak memberitahukan kepada kamu tentang kasih karunia yang dianugerahkan
kepada jemaat-jemaat di Makedonia.
2 Selagi dicobai dengan
berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya
dalam kemurahan.
3 Aku bersaksi, bahwa
mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan
mereka.
Meski
jemaat ini sangat miskin, mereka memberi melebihi kemampuan mereka dengan
sukacita. Teladan mereka seharusnya memotivasi jemaat Korintus untuk memberi
juga dengan murah hati. Apa lagi mereka telah menikmati berbagai berkat dari
Allah (7). Sebab itu. Ia ingin jemaat Korintus dapat melihat kesempatan untuk
menolong jemaat di Yerusalem, sebagai sebuah anugerah dari Allah (9). Respons
mereka terhadap kesempatan ini akan merupakan ujian bagi ketulusan kasih mereka
pada Kristus.
Alkitab menggambarkan beberapa kali mengenai orang
yang di mata dunia mungkin "tidak punya apa-apa", tetapi kerelaan
mereka dalam memberi mendapat perhatian khusus dari Tuhan sehingga merekapun
tertulis di dalam Alkitab dan bisa kita baca hingga hari ini. Lihatlah janda
miskin yang memberikan persembahan "hanya" dua peser dalam Markus
12:41-44. Dikala ada banyak orang kaya memberi dalam jumlah yang besar, janda
miskin ini memberikan jumlah yang sangat tidak sebanding. Tetapi apa kata
Yesus? "Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya
dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda
miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke
dalam peti persembahan." (ay 43). Lihatlah bahwa janda
miskin ini telah membuktikan bahwa jumlah bukanlah menjadi patokan dalam
penilaian Tuhan, tetapi kerelaan hati dalam memberilah yang Dia perhatikan.
Dalam kesempatan lain, kita pun bisa membaca sekelumit kisah pendek mengenai seorang wanita bernama Tabita, yang dalam bahasa Yunani disebut Dorkas. "Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita--dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah."(Kisah Para Rasul 9:36). Apa yang dimiliki Tabita sederhana sekali, karena ia hanyalah seorang penjahit. Itu bisa kita lihat dalam ayat 39, dimana ketika ia meninggal para janda semuanya menangis dan mengenangnya dengan menunjukkan pakaian-pakaian yang dia jahitkan untuk para janda ini semasa hidup. Kelihatannya ia tidak memberi uang dalam jumlah besar, dan besar kemungkinan yang dia beri bukanlah uang dan ia pun tidak pintar berkotbah seperti halnya para rasul yang pergi mewartakan kabar keselamatan kemana-mana pada saat itu. Tetapi apa yang ia lakukan ternyata bermakna sangat besar bagi para janda miskin di kotanya, dan Tuhan pun sangat menghargai hal itu. Pada suatu ketika ia sakit dan meninggal. Begitu berkesannya perbuatan baik Tabita kepada banyak orang, sehingga ketika mendengar Petrus tengah melayani di sebuah kota yang tidak jauh dari tempat Tabita, dua orang segera diutus untuk menjumpai Petrus. Petrus pun datang ke rumah dimana Tabita disemayamkan. Dan mukjizat pun terjadi, di mana Tabita dibangkitkan. Bayangkan jika ia bukan orang yang rajin berbuat baik dan memberi sedekah. Mungkin tidak ada orang yang peduli untuk jauh-jauh pergi meminta Petrus untuk datang, maka tidak akan ada mukjizat kebangkitan disana. Tapi perbuatan baik yang ia lakukan dengan tulus, sedekah yang ia berikan lewat menjahitkan baju bagi janda-janda ternyata membuat cerita yang berbeda. Tuhan tidak menutup mata atas kebaikan hati Tabita dan segala yang ia lakukan untuk menolong sesamanya. Tabita pun akhirnya hidup lagi dan menjadi kesaksian yang membuat banyak orang menjadi percaya pada Yesus. (ay 42). Tabita juga menjadi bukti bahwa orang sederhanapun bisa memberi, karena pada prinsipnya memberi adalah kesempatan yang disediakan bagi semua orang, baik itu miskin maupun kaya.
Jemaat
Makedonia, janda miskin dan Tabita (Dorkas) adalah bukti nyata dari Alkitab bahwa orang
miskinpun bisa memberi. Memberi tidak harus menunggu kaya.
Dalam
kehidupan modern fakta bahwa orang miskinpun bisa memberi, diperlihatkan dalam
kehidupan seseorang bernama BAI FANG LI.
BAI FANG LI. Pekerjaannya adalah seorang tukang becak. Seluruh hidupnya dihabiskankan
di atas sadel becaknya, mengayuh dan mengayuh untuk memberi jasanya kepada
orang yang naik becaknya. Mengantarkan kemana saja pelanggannya
menginginkannya, dengan imbalan uang sekedarnya.
Tubuhnya tidaklah
perkasa. Perawakannya malah tergolong kecil untuk ukuran becaknya atau
orang-orang yang menggunakan jasanya. Tetapi semangatnya luar biasa untuk
bekerja. Mulai jam enam pagi setelah melakukan rutinitasnya untuk bersekutu
dengan Tuhan. Dia melalang dijalanan, di atas becaknya untuk mengantar para
pelanggannya. Dan ia akan mengakhiri kerja kerasnya setelah jam delapan malam.
Para pelanggannya sangat
menyukai Bai Fang Li, karena ia pribadi yang ramah dan senyum tak pernah lekang
dari wajahnya. Dan ia tak pernah mematok berapa orang harus membayar jasanya.
Namun karena kebaikan hatinya itu, banyak orang yang menggunakan jasanya
membayar lebih. Mungkin karena tidak tega, melihat bagaimana tubuh yang kecil
malah tergolong ringkih itu dengan nafas yang ngos-ngosan (apalagi kalau
jalanan mulai menanjak) dan keringat bercucuran berusaha mengayuh becak tuanya.
Bai Fang Li tinggal
disebuah gubuk reot yang nyaris sudah mau rubuh, di daerah yang tergolong
kumuh, bersama dengan banyak tukang becak, para penjual asongan dan pemulung
lainnya. Gubuk itupun bukan miliknya, karena ia menyewanya secara harian.
Perlengkapan di gubuk itu sangat sederhana. Hanya ada sebuah tikar tua yang
telah robek-robek dipojok-pojoknya, tempat dimana ia biasa merebahkan tubuh
penatnya setelah sepanjang hari mengayuh becak.
Gubuk itu hanya merupakan
satu ruang kecil dimana ia biasa merebahkan tubuhnya beristirahat, diruang itu
juga ia menerima tamu yang butuh bantuannya, diruang itu juga ada sebuah kotak
dari kardus yang berisi beberapa baju tua miliknya dan sebuah selimut tipis tua
yang telah bertambal-tambal. Ada sebuah piring seng comel yang mungkin
diambilnya dari tempat sampah dimana biasa ia makan, ada sebuah tempat minum
dari kaleng.
Dipojok ruangan tergantung sebuah lampu templok minyak tanah, lampu yang biasa dinyalakan untuk menerangi kegelapan di gubuk tua itu bila malam telah menjelang.
Dipojok ruangan tergantung sebuah lampu templok minyak tanah, lampu yang biasa dinyalakan untuk menerangi kegelapan di gubuk tua itu bila malam telah menjelang.
Bai Fang Li tinggal
sendirian digubuknya. Dan orang hanya tahu bahwa ia seorang pendatang. Tak ada
yang tahu apakah ia mempunyai sanak saudara sedarah. Tapi nampaknya ia tak
pernah merasa sendirian, banyak orang yang suka padanya, karena sifatnya yang
murah hati dan suka menolong. Tangannya sangat ringan menolong orang yang
membutuhkan bantuannya, dan itu dilakukannya dengan sukacita tanpa mengharapkan
pujian atau balasan.
Dari penghasilan yang
diperolehnya selama seharian mengayuh becaknya, sebenarnya ia mampu untuk
mendapatkan makanan dan minuman yang layak untuk dirinya dan membeli pakaian
yang cukup bagus untuk menggantikan baju tuanya yang hanya sepasang dan sepatu
bututnya yang sudah tak layak dipakai karena telah robek. Namun dia tidak
melakukannya, karena semua uang hasil penghasilannya disumbangkannya kepada
sebuah Yayasan sederhana yang biasa mengurusi dan menyantuni sekitar 300
anak-anak yatim piatu miskin di Tianjin. Yayasan yang juga mendidik anak-anak
yatim piatu melalui sekolah yang ada.
Hatinya sangat tersentuh
ketika suatu ketika ia baru beristirahat setelah mengantar seorang
pelanggannya. Ia menyaksikan seorang anak lelaki kurus berusia sekitar 6 tahun
yang yang tengah menawarkan jasa untuk mengangkat barang seorang ibu yang baru
berbelanja. Tubuh kecil itu nampak sempoyongan mengendong beban berat
dipundaknya, namun terus dengan semangat melakukan tugasnya. Dan dengan
kegembiraan yang sangat jelas terpancar dimukanya, ia menyambut upah beberapa
uang recehan yang diberikan oleh ibu itu, dan dengan wajah menengadah ke langit
bocah itu berguman, mungkin ia mengucapkan syukur pada Tuhan untuk rezeki yang
diperolehnya hari itu.
Beberapa kali ia
perhatikan anak lelaki kecil itu menolong ibu-ibu yang berbelanja, dan menerima
upah uang recehan. Kemudian ia lihat anak itu beranjak ketempat sampah,
mengais-ngais sampah, dan waktu menemukan sepotong roti kecil yang kotor, ia
bersihkan kotoran itu, dan memasukkan roti itu kemulutnya, menikmatinya dengan
nikmat seolah itu makanan dari surga.
Hati Bai Fang Li tercekat
melihat itu, ia hampiri anak lelaki itu, dan berbagi makanannya dengan anak
lelaki itu. Ia heran, mengapa anak itu tak membeli makanan untuk dirinya,
padahal uang yang diperolehnya cukup banyak, dan tak akan habis bila hanya
untuk sekedar membeli makanan sederhana.
“Uang yang saya dapat
untuk makan adik-adik saya” jawab anak itu.
“Orang tuamu dimana?” tanya Bai Fang Li.“Saya tidak tahu, ayah ibu saya pemulung. Tapi sejak sebulan lalu setelah mereka pergi memulung, mereka tidak pernah pulang lagi. Saya harus bekerja untuk mencari makan untuk saya dan dua adik saya yang masih kecil” sahut anak itu.
“Orang tuamu dimana?” tanya Bai Fang Li.“Saya tidak tahu, ayah ibu saya pemulung. Tapi sejak sebulan lalu setelah mereka pergi memulung, mereka tidak pernah pulang lagi. Saya harus bekerja untuk mencari makan untuk saya dan dua adik saya yang masih kecil” sahut anak itu.
Bai Fang Li minta anak
itu mengantarnya melihat ke dua adik anak lelaki bernama Wang Ming itu. Hati Bai Fang Li semakin merintih melihat kedua adik
Wang Fing, dua anak perempuan kurus berumur 5 tahun dan 4 tahun. Kedua anak
perempuan itu nampak menyedihkan sekali, kurus, kotor dengan pakaian yang
compang camping.
Bai Fang Li tidak
menyalahkan kalau tetangga ketiga anak itu tidak terlalu perduli dengan situasi
dan keadaan ketiga anak kecil yang tidak berdaya itu, karena memang mereka juga
terbelit dalam kemiskinan yang sangat parah, jangankan untuk mengurus orang
lain, mengurus diri mereka sendiri dan keluarga mereka saja mereka kesulitan.
Bai Fang Li kemudian
membawa ke tiga anak itu ke Yayasan yang biasa menampung anak yatim piatu
miskin di Tianjin. Pada pengurus yayasan itu Bai Fang Li mengatakan bahwa ia
setiap hari akan mengantarkan semua penghasilannya untuk membantu anak-anak
miskin itu agar mereka mendapatkan makanan dan minuman yang layak dan
mendapatkan perawatan dan pendidikan yang layak.
Sejak saat itulah Bai
Fang Li menghabiskan waktunya dengan mengayuh becaknya mulai jam 6 pagi sampai
jam delapan malam dengan penuh semangat untuk mendapatkan uang. Dan seluruh
uang penghasilannya setelah dipotong sewa gubuknya dan pembeli dua potong kue
kismis untuk makan siangnya dan sepotong kecil daging dan sebutir telur untuk
makan malamnya, seluruhnya ia sumbangkan ke Yayasan yatim piatu itu. Untuk
sahabat-sahabat kecilnya yang kekurangan.
Ia merasa sangat bahagia
sekali melakukan semua itu, ditengah kesederhanaan dan keterbatasan dirinya.
Merupakan kemewahan luar biasa bila ia beruntung mendapatkan pakaian rombeng
yang masih cukup layak untuk dikenakan di tempat pembuangan sampah. Hanya perlu
menjahit sedikit yang tergoyak dengan kain yang berbeda warna. Mhmmm… tapi
masih cukup bagus… gumannya senang.
Bai Fang Li mengayuh
becak tuanya selama 365 hari setahun, tanpa perduli dengan cuaca yang silih
berganti, ditengah badai salju turun yang membekukan tubuhnya atau dalam panas
matahari yang sangat menyengat membakar tubuh kurusnya.
“Tidak apa-apa saya
menderita, yang penting biarlah anak-anak yang miskin itu dapat makanan yang
layak dan dapat bersekolah. Dan saya bahagia melakukan semua ini,” katanya bila
orang-orang menanyakan mengapa ia mau berkorban demikian besar untuk orang lain
tanpa perduli dengan dirinya sendiri.
Hari demi hari, bulan
demi bulan dan tahun demi tahun, sehingga hampir 20 tahun Bai Fang Li
menggenjot becaknya demi memperoleh uang untuk menambah donasinya pada yayasan
yatim piatu di Tianjin itu.
Saat berusia 90 tahun,
dia mengantarkan tabungan terakhirnya sebesar RMB 500 (sekitar 650 ribu Rupiah)
yang disimpannya dengan rapih dalam suatu kotak dan menyerahkannnya ke sekolah
Yao Hua.
Bai Fang Li berkata “Saya
sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini
mungkin uang terakhir yang dapat saya sumbangkan” katanya dengan sendu. Semua
guru di sekolah itu menangis.
Bai Fang Li wafat pada usia 93 tahun, ia meninggal
dalam kemiskinan.
Sekalipun begitu, dia telah menyumbangkan disepanjang hidupnya uang sebesarRMB 350.000 (kurs 1300, setara 455 juta Rupiah jika tidak salah) yang dia berikan kepada Yayasan yatim piatu dan sekolah-sekolah di Tianjin untuk menolong kurang lebih 300 anak-anak miskin.
Sekalipun begitu, dia telah menyumbangkan disepanjang hidupnya uang sebesarRMB 350.000 (kurs 1300, setara 455 juta Rupiah jika tidak salah) yang dia berikan kepada Yayasan yatim piatu dan sekolah-sekolah di Tianjin untuk menolong kurang lebih 300 anak-anak miskin.
Mengapa
“memberi” itu adalah hak dan kewajiban semua orang??
-
Karena “memberi” bukan berbicara
kwantitas (jumlah), tapi kerelaan.
Dengan
demikian, semua orang mempunyai kesempatan untuk memberi. Seandainya “memberi”
berbicara tentang jumlah, maka hanya orang-orang kaya yang punya kesempatan
untuk memberi. Tuhan tidak melihat berapa banyak yang kita beri, tapi kerelaan
kita memberi sebagai tindakan nyata bahwa kita adalah miliknya.
-
Karena memberi tidak hanya
berbicara tentang materi tapi berbicara tentang yang ada pada kita.
2Kor
8:12 Sebab jika kamu rela untuk memberi,
maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan
apa yang tidak ada padamu.
Memberi tak harus lewat materi. Karena pemberian materi bisa busuk,
bisa rusak, bisa hilang, bisa kadaluwarsa. Pemberian materi hanya symbol saja
dari pemberian diri kita kepada orang tersebut. Jadi bukan yang utama.
Senyuman, sambutan hangat, perhatian dan kehadiran, jauh melampui semua
pemberian dalam bentuk materi. Untuk hal ini, Kahlil Gibran, Penyair terkenal
dari Palestina, pernah berujar: Bila
engkau memberi dari hartamu, tak banyaklah pemberian itu. Namun jika engkau
memberi dari dirimu, itulah pemberian yang penuh arti. Jadi, luangkan waktu
untuk memikirkan berbagai cara supaya kita bisa lebih sering memberi kepada
orang lain.
Apa rahasia bisa memberi dalam
segala keadaan?
Paulus
memberikan rahasia jemaat Makedonia yang berani dalam memberi dan kaya dalam
kemurahan. Rahasianya adalah memberi diri kepada Allah.
2Kor 8:5 Mereka
memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri
mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami
Jemaat Makedonia menyadari bahwa diri mereka adalah
milik Tuhan, sehingga mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Tuhan.
Kemudian kesadaran ini berimplikasi secara horizontal, yaitu pada saudara
seiman. Dengan kata lain, kemurahan hati jemaat Kristen Makedonia merupakan
hasil dari kecintaan mereka pada Tuhan. Kecintaan tersebut menghasilkan
kecintaan terhadap sesama (bdk. Mat. 22:37-39; 1Yoh. 4:21). Rupa-rupanya “roh kikir” hanya
bisa diusir kalau kita memberi diri pada Allah. Orang yang tidak memberi diri
pada Allah akan tetap terikat dengan roh kikir ini.
Bagaimana dengan kita? Kiranya kemurahan hati jemaat Kristen Makedonia,
Janda miskin , Tabita dan Bai Fang
Li menjadi teladan
bagi kita, sehingga kita dapat saling berbagi dengan saudara seiman. Sekalipun
dalam kekurangan, biarlah kita belajar untuk tetap rela memberi dan menolong
orang lain. Memberi tidak harus
menunggu saat kita dalam kelimpahan, memberi di dalam kekurangan anda akan
lebih bermakna. Dengan memahami memberi adalah hak dan kewajiban semua orang,
semoga kita tidak lagi memberi sebagai kewajiban, tapi sebagai sebuah
kesempatan.
II.
MEMBERI TIDAK AKAN
MEMBUAT KITA MENJADI MISKIN
Victoria
Osteen pernah berkata:” Apa yang kita berikan disaat kita memberi, memang
terlepas dari “tangan kita”, tapi tidak pernah lepas dari “hidup kita”.
Ada juga orang yang
berkata: “Memberi bukanlah mengurangi bagian berkat kita dari Tuhan, melainkan
mengembalikan berkat orang lain yang dititipkan Tuhan pada kita”.
Memberi berarti berkurang ?, Ini adalah pandangan yang umum dalam pemikiran
kita. Pandangan ini membuat orang sulit memberi karena dia berpikir bahwa jika
memberi berarti yang dimilikinya pasti berkurang. Pada satu sisi memang hal ini
bisa dibenarkan, tetapi pada sisi lain, justru kita akan menemukan pengalaman
yang indah. Manusia berusaha dalam hidupnya untuk semakin menambahkan apa yang
dimilikinya dan bukan menguranginya. Namun demikian Alkitab menjanjikan bahwa
disaat kita memberi (menguranginya) kita tidak akan kekurangan atau miskin.
Ams
28:27 Siapa memberi kepada
orang miskin tak akan berkekurangan, tetapi orang yang menutup matanya akan sangat dikutuki.
Firman
Tuhan mengatakan bahwa orang yang suka memberi tidak akan kekurangan. Kata
“kekurangan” dalam ayat ini menggunakan kata “רוסחמ” (machcowr) dalam bahasa Ibraninya. Kata itu bisa
berarti”kekurangan (lack)” tapi juga bisa berarti “miskin (poor)”. Dengan
demikian, ini berarti orang yang memberi tidak akan jatuh menjadi miskin. Inilah
janji Tuhan dalam Firman-Nya, kita perlu meng-imani bahwa apa yang Tuhan
katakan itu benar adanya. Kalau kita tidak percaya pada apa yang Tuhan katakan
itu berarti cara berpikir kita masih duniawi karena tidak percaya pada Firman
Tuhan sepenuhnya.
Rahasia
dibalik fakta bahwa orang yang memberi tidak akan menjadi miskin dan
berkekurangan adalah janji Tuhan yang akan memberkati setiap orang yang
memberi.
Ams 11:25 Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum.
Salomo
juga mendapati fakta pada zamannya bahwa orang yang memberi itu tidak menjadi
miskin tapi justru tambah diberkati.
Dalam Amsal 11:24-25 dikatakan:
Ams 11:24 Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu
berkekurangan.
Penulis
Amsal memberikan catatan bahwa menjadi murah hati dan suka memberi tidak
membuat orang menjadi miskin. Kemurahan hati justru membuat orang diberkati
Allah. Sebaliknya kikir tidak membuat orang jadi kaya! Pesan ini mengingatkan
kita untuk memiliki cara pandang yang benar terhadap harta kekayaan. Karena
Tuhan menganugerahkan kita harta kekayaan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan
sendiri, melainkan juga agar dipakai untuk menolong orang lain.
Alkitab mencatat bahwa janda di Sarfat adalah
satu bukti nyata bahwa ketika ia memberi, apa yang ada padanya tidak menjadi
habis, tetapi tetap berkecukupan. Banyak pengalaman orang percaya di jaman ini
yang mengalami betapa luar biasanya saat
memberi, karena apa yang dipunyainya bukan semakin habis, tapi Allah semakin
memberi kelimpahan kepadanya. Allah di dalam kedaulatan-Nya tidak pernah
tinggal diam kepada setiap orang yang memberi dengan tulus hati dan sukacita.
Pemberian yang hanya ditujukan kepada Allah tidak pernah mengecewakan, tapi
akan melihat keadaan-keadaan yang mungkin tidak terpikirkan oleh kita. Allah
yang penuh rahmat selalu memperhitungkan setiap pemberian kita
Di kabupaten Poso (Sulawesi Tengah) ada
sebuah danau bernama danau Poso. Danau ini merupakan danau yang cukup luas dan
merupakan salah satu danau terluas di Indonesia. Dari Danau Poso ini, mengalir
sebuah sungai yang besar dan dalam. Sungai ini adalah Sungai Poso, yang
membelah Kota Poso menjadi dua bagian. Kalau kita bayangkan besarnya
debet air Sungai Poso, yang mengalir dari Danau Poso menuju ke Laut, seharusnya
hanya dalam beberapa bulan saja dapat dipastikan bahwa Danau Poso akan menjadi
kering. Namun anehnya debit air Danau Poso tidak berkurang sama sekali. Mengapa
demikian?, karena Tuhan menggisi kembali Danau Poso dengan curah hujan dan
mata air yang cukup sehingga Danau
tersebut tidak menjadi kering.
Prinsip ini juga berlaku bagi kita saat
kita “memberi”. Tuhan akan memberkati kita secara berlimpah sehingga kita tidak
akan menjadi kering dan miskin karena kita memberi.
Sebaliknya di Israel sana ada sebuah danau
yang sering disebut Danau laut mati. Dalam Alkitab danau ini sering disebut
dengan sebutan-sebutan yang berbeda. Di antaranya: Laut
Asin’ (Kej 14:3), ‘Laut Timur’ ( Yeh 47:18), ‘Laut Araba’ (Ul
4:49). Sastra Yunani: Asfaltites, kemudian ‘Laut Mati’, istilah Arab: ‘Laut
Lot’.
Permukaan air danau ini
ialah 427 m di bawah permukaan laut, dan
dasar paling rendah dari dasar danau ini ialah 433 m lagi ke bawah. Panjang
danau kr 72 km dan lebarnya dari jurang-jurang terjal Moab ke pegunungan Yehuda
berkisar antara 10-14 km. Dari sebelah timur saja ada 4 sungai kecil yg
bermuara di danau ini, yaitu: S Moyin (Arnon), S Zerka Main, S Kerak dan S
Zered. Belum di tambah sungai Yordan dan sumber-sumber mata air lainnya
ditambah dengan curah hujan setahun kr 50 min. Dengan mendapatkan masukan air
yang begitu besar, seharusnya Danau Laut mati ini adalah Danau yang
berkelimpahan dengan air, tapi faktanya debit airnya tidak pernah bertambah.
Hal ini karena tingkat penguapannya tinggi sekali (suhu pada waktu musim panas
mencapai 110¦), sehingga masuknya air sungai-sungai tadi dan S Yordan ke danau
ini hanyalah merupakan penambah supaya garis permukaan danau itu tetap.
Sampai pertengahan abad 19
danau ini bisa dijalani (karena dangkalnya) dengan jalan kaki dari Lisan (’
lidah’), yaitu jazirah yg mencuat dari sisi Kerak, sampai sejauh kr 3 km
mendekati tepi pantai seberang. Di sebelah selatan Lisan, danau itu sangat
dangkal, dan akhirnya berubah menjadi rawa-rawa asin (Zef 2:9) yg disebut
Sebkha.
Endapan-endapan kimia yg
sudah keras (garam, potas, magnesium, khlorida kapur dan bromida, 25% dari air
danau), yg memberi kepada Laut Mati daya apung dan meracuni ikan.
Laut mati adalah bukti bahwa
menerima saja tanpa menyalurkan tidak akan membuat berkelimpahan. Kalau tidak disalurkan, maka
yang akan terjadi adalah penguapan. Prinsip ini juga berlaku disaat kita tidak
memberi. Kita tidak akan berkelimpahan saat kita tidak memberi tetapi akan
terjadi penguapan.
III.
MEMBERI
ADALAH SALAH SATU CARA MEMULIAKAN TUHAN
Ams 3:9 Muliakanlah TUHAN
dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu,
10 maka lumbung-lumbungmu
akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap
dengan air buah anggurnya.
Kata
“Memuliakan” dalam bahasa Ibraninya adalah ” דבכ” (kabad) yang berarti memberi
hormat/ menghormati. Dengan demikain disaat kita memberi, kita sedang
menghormati Tuhan. Dengan kata lain “memberi” adalah salah satu cara
menghormati atau memuliakan Tuhan.
Mengapa
“memberi” adalah satu cara menghormati Tuhan?, karena cara memuliakan atau
menghormati Tuhan bisa dilakukan dengan banyak cara. Alkitab menjabarkan ada
beberapa cara untuk menghormati Tuhan.
-
Dengan
menaikkan Puji-pujian dan Nyanyian syukur
2Taw 7:6 Para imam telah
siap berdiri pada tempat mereka. Begitu pula orang-orang Lewi telah siap dengan
alat-alat musik untuk memuliakan TUHAN, yakni alat-alat musik yang dibuat raja Daud untuk mengiringi
nyanyian syukur bagi TUHAN: "Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih
setia-Nya!" setiap kali mereka ditugaskan Daud menyanyikan puji-pujian.
Dalam pada itu para imam berdiri berhadapan dengan mereka sambil meniup nafiri,
sedang segenap orang Israel berdiri.
Luk 2:20 Maka kembalilah
gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan
Allah karena segala
sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang
telah dikatakan kepada mereka.
Luk 17:15 Seorang dari
mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring,
-
Dengan
memberikan persembahan Syukur dan mengucap syukur
Mzm 50:23 Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku; siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan
Kuperlihatkan kepadanya."
Yes 43:23 Engkau tidak
membawa domba korban bakaranmu bagi-Ku, dan tidak memuliakan Aku dengan korban
sembelihanmu. Aku tidak memberati engkau dengan menuntut korban sajian atau
menyusahi engkau dengan menuntut kemenyan.
Ibr 13:15 Sebab itu
marilah kita, oleh Dia, senantiasa
mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan
nama-Nya.
-
Dengan
meng-amini janji-janji Allah
2Kor 1:20 Sebab Kristus
adalah "ya" bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan "Amin" untuk memuliakan Allah.
Rm 4:20 Tetapi terhadap
janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam
imannya dan ia memuliakan Allah,
Dengan
demikian kalau ada orang-orang Kristen yang bingung dalam cara menghormati atau
memuliakan Allah, maka sebenarnya disaat kita “memberi” pada saat yang sama
kita telah menghormati Allah.
IV.
MEMBERI
TERNYATA SANGAT BERMANFAAT.
Memberi
bukan hanya bermanfaat bagi orang yang diberi, tapi juga sangat bermanfaat bagi
si pemberi sendiri.
1. Memberi akan membuat kita berbahagia
Kis
20:35 Dalam segala sesuatu telah
kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu
orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia
sendiri telah mengatakan: Adalah lebih
berbahagia memberi dari pada menerima."
Tidak ada yang bisa menyamai rasa senang dan bahagianya ketika kita
tahu bahwa kita telah melakukan sesuatu yang sangat baik untuk orang lain. Tak
peduli, apakah orang lain itu tahu atau tidak tahu, kita melakukan sesuatu yang
baik untuk mereka. Kita percaya, background budaya kita, profesi kita, status
social kita, yang namanya memberi kepada orang lain, pasti berada di puncak
tertinggi perbuatan baik kita.
Seorang wanita cantik bergaun mahal yang mengeluh
kepada psikiaternya bahwa dia merasa seluruh hidupnya hampa tak berarti. Maka
si psikiater memanggil seorang wanita tua penyapu lantai dan berkata kepada si
wanita kaya," Saya akan menyuruh Mary di sini untuk menceritakan kepada
anda bagaimana dia menemukan kebahagiaan. Saya ingin anda mendengarnya."
Si wanita tua meletakkan gagang sapunya dan duduk di kursi dan menceritakan kisahnya: "OK, suamiku meninggal akibat malaria dan tiga bulan kemudian anak tunggalku tewas akibat kecelakaan. Aku tidak punya siapa-siapa. aku kehilangan segalanya. Aku tidak bisa tidur, tidak bisa makan, aku tidak pernah tersenyum kepada siapapun, bahkan aku berpikir untuk mengakhiri hidupku. Sampai suatu sore seekor anak kucing mengikutiku pulang. Sejenak aku merasa kasihan melihatnya.
Cuaca dingin di luar, jadi aku memutuskan membiarkan anak kucing itu masuk ke rumah. Aku memberikannya susu dan dia minum sampai habis. Lalu si anak kucing itu bermanja-manja di kakiku dan untuk pertama kalinya aku tersenyum.
Sesaat kemudian aku berpikir jikalau membantu seekor anak kucing saja bisa membuat aku tersenyum, maka mungkin melakukan sesuatu bagi orang lain akan membuatku bahagia. Maka di kemudian hari aku membawa beberapa biskuit untuk diberikan kepada tetangga yang terbaring sakit di tempat tidur. Tiap hari aku mencoba melakukan sesuatu yang baik kepada setiap orang. Hal itu membuat aku bahagia tatkala melihat orang lain bahagia. Hari ini, aku tak tahu apa ada orang yang bisa tidur dan makan lebih baik dariku. Aku telah menemukan kebahagiaan dengan memberi."
Ketika si wanita kaya mendengarkan hal itu, menangislah dia. Dia memiliki segala sesuatu yang bisa dibeli dengan uang namun dia kehilangan sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang.
2.
Memberi akan membuat hidup kita mujur
Mzm 112:5 Mujur
orang yang menaruh belas kasihan dan yang memberi
pinjaman, yang melakukan urusannya dengan sewajarnya.
Ibu Theresa, seorang tokoh spiritual dari India, terkenal sebagai guru
perdamaian, persaudaraan, amal, kebaikan dan cinta. Kutipan ucapannya yang
paling saya sukai adalah yang bunyinya begini: “Kita tidak bisa melakukan hal besar di Bumi ini.
Kita hanya bisa melakukan hal kecil dengan cinta yang besar.” Yang ia maksud adalah, kita tidak perlu
mengubah dunia dengan tindakan kita. Kita hanya melakukan sumbangan kecil yang
tak pernah berhenti.
Suatu kali Ibu Theresa ditanya oleh seseorang: “Apa yang bisa
dilakukan seseorang untuk menjadi lebih bahagia?” Ia menjawab: “Lakukan sesuatu yang menyenangkan untuk orang
lain.” Kalau kita melakukan sesuatu yang
menyenangkan untuk orang lain, maka dunia akan terlihat lebih baik. Kalau kita
bersikap baik dan penuh perhatian, dunia juga akan mengembalikan kebaikan itu
kepada kita.
3. Memberi adalah kesempatan menjamu
Tuhan dan Malaikat
Mat 25:35 Sebab ketika
Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum;
ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan;
Mat 25:36 ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku
pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu
mengunjungi Aku.
Ibr 13:2 Jangan kamu lupa
memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang
dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat.
4. Memberi adalah kesempatan
memiutangi Tuhan
Ams
19:17 Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi
TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu.
5. Memberi
Membuat Kita akan diberi
Luk 6:38 Berilah
dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang
digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab
ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."
No comments:
Post a Comment